Slide Pertemuan UPTD-KIOS dan Distributor Pupuk Kaltim Kecamatan Bangsalsari ( Foto : Rengguz )

Minggu, 04 Desember 2011

Teknologi Pengendalian Gangguan OPT padi Hibrida yang berwawasan Lingkungan


TEKNOLOGI PENGENDALIAN GANGGUAN OPT PADI HIBRIDA
YANG  BERWAWASAN  LINGKUNGAN *)

BALAI BESAR PERAMALAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN

 Oleh: Harsono Lanya
I.  PENDAHULUAN
Ketahanan pangan nasional merupakan kunci utama dari ketahanan nasional.  Sebagai bangsa yang besar, Indonesia harus mampu memenuhi kebutuhan pangan dari produksi dalam negeri.  Swasenbada beras lestari adalah salah satu pengejawantahan dari kemandirian pangan dan ketahanan pangan nasional yang merupakan salah satu tujuan dan sasaran dari gerakan Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK).
Gerakan Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) mempunyai sasaran peningkatan produksi padi dari 54,66 juta ton GKG pada tahun 2006 menjadi 58,18 juta ton GKG atau setara dengan tambahan beras 2 juta ton pada tahun 2007, dengan sasaran luas panen 11,86 juta ha dan produktivitas 49,05 ku/ha. Salah satu upaya untuk mencapai sasaran peningkatan produksi padi tersebut adalah penanaman varietas yang lebih unggul termasuk diantaranya padi tipe baru dan padi hibrida yang mempunyai beberapa keunggulan, meliputi: (1) kapasitas produksi tinggi, (2) relatif tahan terhadap kerebahan, (3) daun bendera tegak, (4) umur yang relatif pendek dan (5) kurang sensitif terhadap sinar matahari.  Namun demikian pada umumnya padi hibrida yang ada mempunyai kelemahan yaitu rentan terhadap OPT.
Salah satu faktor penyebab tidak tercapainya potensi produksi adalah gangguan/ serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT).  Tikus (Rattus argentiventer), penggerek batang padi (putih, kuning, merah jambu, bergaris), wereng batang coklat (Nilaparvata lugens Stal), penyakit hawar daun bakteri (Xanthomonas campestris pv. oryzae), penyakit tungro dan penyakit blas (Pyricularia oryzae) merupakan OPT utama padi di Indonesia termasuk di Jawa Barat.  Kemunculan dan tingkat serangan OPT di lapangan bervariasi tergantung pada varietas yang ditanam, waktu tanam dan musim tanam, faktor lingkungan maupun intervensi petani dalam budidaya.  Penanaman varietas hibrida yang rentan OPT sedikit banyak berpengaruh terhadap kombinasi penerapan teknologi pengelolaan OPT/penerapan PHT. Dalam makalah ini juga disajikan prakiraan serangan OPT utama tanaman padi di Provinsi Jawa Barat pada musim kemarau 2007 serta strategi dan teknologi pengendalian yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi dampak gangguan OPT terhadap pencapaian produksi.
 ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
*)    Disampaikan dalam Pemantapan Petugas Perlindungan Tanaman Pangan,
Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Timur, di Jatisari 25-29 Juni 2007.
II.  KARAKTERISTIK PADI HIBRIDA
Sifat-sifat dan potensi padi hibrida secara umum sebagai berikut:
1         Kharakteristik padi hibrida pada dasarnya relatif tidak mempunyai perbedaan dengan padi inbrida.
2         Pengaruh faktor fisik/unsur klimatologi (penyinaran, suhu, kelembaban dan curah hujan) terhadap pertanaman padi hibrida pada prinsipnya tidak berbeda dengan padi inbrida.
3         Beberapa informasi pengaruh unsur klimatologi terhadap pertanaman padi hibrida:
a.    Pengaruh intensitas sinar matahari: yang disyaratkan untuk pertumbuhan dan perkembangan padi hibrida adalah kecukupan akumulasi panas (sejak tumbuh s/d pembungaan), dengan demikian pengaruh kondisi awan/penyinaran di daerah tropis tidak berpengaruh terhadap potensi produksi, serupa dengan padi inbrida.  Pengaruh kehampaan pada hibrida yang ditanam pada musim hujan dan musim kemarau tidak signifikan, bahkan produksi hibrida di Pantura pada musim hujan lebih tinggi daripada musim kemarau.
b.    Curah hujan yang tinggi berpengaruh terhadap kehampaan apabila tepat pada saat penyerbukan/pembungaan terjadi hujan,  sifat ini pada dasarnya sama dengan padi inbrida. Namun demikian pada dasarnya pertanaman padi/hibrida mempunyai sifat-sifat clestogami (menyerbuk sebelum membuka).
c.    Suhu relatif tidak berpengaruh terhadap pertanaman padi hibrida untuk pertanaman produksi (konsumsi) pada MH maupun MK.  Namun demikian apabila terjadi perbedaan suhu siang dan malam > 100C (umumnya terjadi pada bulan September-Oktober yang bertepatan dengan masa pembungaan) dapat berpengaruh terhadap penurunan produksi (pengisian bulir), untuk itu bagi penangkar benih sangat diperlukan penentuan waktu tanam yang tepat.
4         Secara umum kehampaan padi hibrida pada dasarnya lebih tinggi apabila dibandingkan dengan padi inbrida, dalam keadaan tertentu kehampaan bisa mencapai sekitar 16 %.  Hal tersebut terutama karena pengaruh CMS (tetua betina steril berpotensi tinggi terjadi kehampaan apabila restorernya secara genetik kurang kuat).
5         Upaya menekan kehampaan padi hibrida antara lain meliputI:
a.    Pemberian pupuk KCl tidak sekaligus tetapi diberikan dua kali (pertama sebagai pupuk dasar/pada umur 10 hst, dan kedua pada saat menjelang panicle initiation, dengan dosis 50%-50% atau 50 kg-50 kg).
b.    Pemberian pupuk Urea dilakukan secara proporsional/sesuai dengan kebutuhan (berdasarkan metode BWD dan atau hasil analisis hara). Pemberian TSP diberikan sebagai pupuk dasar umumnya paling tinggi dengan dosis 100 kg.
c.    Pengaturan jarak tanam paling baik dengan cara legowo dua-satu.
6         Pada umumnya padi hibrida yang telah dirilis belum mempunyai ketahanan terhadap OPT, namun demikian Pemulia Padi Hibrida ke depan berupaya untuk menciptakan padi hibrida yang tahan terhadap OPT utama.
IV.  STRATEGI DAN TEKNOLOGI PENGENDALIAN OPT
Sabagaimana yang diamanatkan UU No.12/1992 dan PP No.6/1995, kebijakan pemerintah dalam Perlindungan Tanaman adalah penerapan pengendalian hama terpadu (PHT) yang merupakan suatu cara pendekatan atau filosofi tentang pengendalian OPT yang didasarkan atas pertimbangan ekologi dan ekonomi dalam rangka pengelolaan agroekosistem produktif yang berwawasan lingkungan berkelanjutan.   
Pada dasarnya teknologi pengendalian OPT pada padi hibrida maupun PTB/VUB inbrida adalah sama yaitu penerapan teknologi PHT, yaitu pengelolaan OPT yang didasarkan atas penerapan prinsip PHT (budidaya tanaman sehat, pemanfaatan dan pelestarian musuh alami, pengamatan intensif dan petani sebagai manajer usahatani yang ahli PHT yang mandiri).  Pembedanya adalah mengedepankan upaya penerapan teknologi pengendalian terhadap kelemahan genetik varietas yang rentan terhadap OPT tertentu.  Oleh karena itu dalam operasionalnya kombinasi semua komponen teknologi diupayakan diterapkan secara optimal, dengan lebih mengedepankan pengendalian preemtif atau lebih menekankan penerapan teknologi untuk: a) meningkatkan kekekaran tanaman yang menyeluruh (general vigor) untuk meningkatkan resistensi tanaman dari aspek mekanisme preferensi dan toleransi, b) mengupayakan terjaganya peran musuh alami OPT (pelestarian dan penambahan agens hayati), dan c) manipulasi mikro habitat agar tidak kondusif bagi OPT (pengelolaan mikro habitat agar unsur fisik iklim/cuaca kelembaban, suhu, radiasi matahari, dan gerakan udara, serta pengelolaan air lahan) untuk menghambat perkembangan OPT.  Dengan demikian penanaman padi hibrida saat ini masih diprioritaskan untuk petani/kelompok tani yang tanggap terhadap teknologi maju, disamping memerlukan pendampingan dan pengawalan yang ketat.
Upaya penerapan kombinasi teknologi pengendalian OPT padi hibrida dan PTB adalah sebagai berikut:
1.    Peningkatan pengendalian alami:
a.    Menghindari aplikasi teknologi yang berdampak merugikan atau mematikan perkembangan musuh alami OPT baik terhadap predator, parasitoid, patogen serangga, maupun antagonis.
-     Tindakan pertama adalah jangan gunakan racun apabila OPT belum mencapai ambang pengendalian. Dalam keadaan lingkungan normal (tidak ada infestasi/populasi migran yang tinggi dari penggerek batang dan WBC) maka jangan gunakan racun di pesemaian maupun pertanaman muda.
b.    Memasukkan agens hayati pengendali OPT ke dalam ekosistem, meliputi pelepasan parasitoid, predator, aplikasi patogen serangga, maupun agens antagonis.
-          Untuk mengantisipasi serangan/ infestasi penyakit kresek (di daerah endemis hawar daun bakteri/HDB/BLB) aplikasi Corynebacterium sp. (agens antagonis terhadap Xanthomonas campestris pv. oryzae) dilakukan secara seed treatment, atau dapat dilakukan pada pesemaian berumur paling lambat 7 hari sebelum pencabutan bibit. Selain itu aplikasi agens antagonis tersebut dilakukan pada pertanaman fase vegetatif sebelum umur 56 hari setelah tanam dengan dosis 2,5 liter/ha sebanyak 3-4 kali aplikasi dengan interval 2 minggu.
-          Penggerek batang adalah hama dimanapun dan kapanpun ada. Untuk mengantisipasi serangan hama PBP, pemasangan pias Trichogramma sp. (parasitoid telur PBP) dilakukan sejak pesemaian berlanjut selama masa pertanaman. Pemasangan pias parasitoid pada pertanaman dilakukan secara bertahap pada periode penerbangan awal 50 pias/ha dan periode penerbangan kedua 30 pias/ha, atau secara terjadwal tiap minggu sebanyak 12 pias/ha mulai minggu ke 2 sampai minggu ke 8.
-          Untuk mengantisipasi serangan/ infestasi hama wereng batang coklat, apabila dijumpai ada populasi di pesemaian dapat dilakukan aplikasi patogen serangga seperti Beauveria bassiana, Metarrhizium sp., bakteri.  Selain itu aplikasi patogen serangga  tersebut dapat dilakukan pada pertanaman fase vegetatif.   
2.   Pengelolaan ekosistem melalui usaha/cara bercocok tanam, bertujuan untuk menciptakan lingkungan pertanaman (mikro habitat) yang kurang sesuai bagi kehidupan dan perkembangbiakan atau pertumbuhan OPT serta mendorong peranan agens pengendali hayati.  Usaha bercocok tanam ini meliputi :
a.   Penempatan padi hibrida hendaknya menghindari lokasi endemis OPT, tetapi berpengairan teknis (pada musim kemarau) untuk mengupayakan cara-cara budidaya tanaman sehat.
b.   Pengolahan tanah yang baik untuk mengeradikasi, sanitasi inang dang meningkatkan kesuburan pertumbuhan tanaman.
c.   Penanaman benih (hibrida) sehat dan bermutu (berlabel/bersertifikat, tidak kedaluarsa, bukan F2), sehingga didapatkan pertanaman yang sehat dan dengan mengupayakan meningkatkan ketahanan lapang.
d.   Penetapan masa tanam (pergiliran tanaman, pola tanam, dan waktu tanam, pergiliran varietas/hibrida pada musim kemarau) untuk mengkondisikan tanaman yang dibudidayakan agar terhindar dari akumulasi populasi, infestasi atau infeksi OPT. Upaya tanam serentak, untuk memperpendek masa perkembangan dan pertumbuhan populasi/inokulum OPT.  Masa bera yang cukup waktu (sesuai kondisi OPT) untuk memutus siklus dan menghindari perpindahan populasi/inokulum OPT.
e.   Penanaman dengan tandur jajar legowo (pengaturan jarak tanam) untuk menciptakan kondisi lingkungan mikro (manipulasi mikro habitat untuk menciptakan faktor kondisi unsur fisik iklim/cuaca (kelembaban, suhu, radiasi matahari, dan gerakan udara) yang menghambat perkembangan OPT. Bersinergi dengan pengelolaan air lahan (intermitten), upaya mengurangi persaingan hara dan penambahan hara yang dapat memperkuat jaringan tanaman, yang juga akan bersinergi dengan (upaya) terjaganya faktor pengendali hayati.
f.    Pemupukan berimbang plus (NPK + unsur mikro) yang dapat mendorong atau meningkatkan kemampuan tanaman untuk mewujudkan ketahanan yang dimiliki tanaman sendiri (meningkatkan kekerasan jaringan tanaman, kemampuan kompensasi). Pemberian nitrogen (N) tidak berlebihan atau harus didasarkan pada kebutuhan tanaman (indikator BWD), penambahan pupuk K (KCl) dan P yang optimal, sedapat mungkin menggunakan pupuk yang mengandung unsur Mg, dan S, (yang biasanya sudah terkandung dalam pupuk majemuk), ataupun penggunaan pupuk cair yang mengandung Cu,Ca,Mg,S, sehingga terbentuk populasi pertanaman yang lebih resisten terhadap infestasi/ serangan beberapa OPT.
g.   Sanitasi sumber serangan (populasi, inang terinfeksi), untuk menurunkan jumlah populasi OPT/sumber  infeksi dini pada awal masa pertanaman.
3.    Pengamatan intensif untuk peringatan dini (early warning system),
4.    Pengendalian secara mekanis (seperti pengambilan individu OPT secara langsung, gropyokan, dll) bertujuan untuk mengurangi populasi OPT,
5.    Pengendalian secara fisik: menciptakan unsur fisik iklim/cuaca pada mikro habitat yang tidak sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan OPT, akibat aktivitas fisiologi serangga hama/perkembangan penyakit yang tidak optimal sehingga akan menurunkan laju pertumbuhan dan perkembangan hama/ penyakit.
6.    Penggunaan pestisida jika dan hanya jika diperlukan (sesuai konsep PHT), yaitu dilakukan berdasarkan hasil pengamatan, analisis ekosistem dan pengambilan keputusan (ambang pengendalian). Pestisida yang digunakan harus yang sudah terdaftar dan diizinkan untuk tanaman padi. Penggunaan pestisida berdasarkan ketentuan ambang pengendalian, dan jika perlunya hanya aplikasi secara spot (spot treatment) maka jangan seluruh lahan pemilikan dilakukan aplikasi. Pelaksanaan aplikasi harus memenuhi ketentuan/syarat 6 tepat (tepat jenis dan mutu, dosis, konsentrasi, volume semprot, cara, waktu, dan sasaran individu/stadia populasi OPT).
Permasalahan serangga hama yang selalu muncul dan berkembang diduga karena di lapangan masih banyak aplikasi insektisida oleh petani yang kurang berpedoman pada ketentuan, konsepsi, dan prinsip PHT. Aplikasi insektisida secara kalender/ sembarang waktu/ pencegahan, dan tidak berpedoman pada 6 tepat  akan berdampak memusnahkan kompleks musuh alami.
Dalam upaya penerapan teknologi PHT, petani diposisikan/diciptakan untuk menjadi ahli PHT yang juga membutuhkan penguasaan pengetahuan dasar (unsur dasar) penerapan PHT yang mencakup:
1.  Penguasaan pengetahuan biologi dan ekologi OPT
2.  Pengetahuan dan keterampilan pengambilan contoh
3.  Penguasaan tentang mekanisme pengendalian alamiah
4.  Penguasaan ambang pengendalian OPT

V.  PENUTUP
1.    Penerapan teknologi pengendalian OPT pada padi hibrida (maupun PTB/VUB inbrida) yang berwawasan lingkungan adalah penerapan kombinasi semua teknologi PHT yang sesuai dengan keadaan setempat, dengan lebih mengedepankan upaya meningkatkan kekekaran tanaman, mengupayakan peningkatan peran musuh alami, dan pengelolaan mikro habitat yang tidak kondusif untuk perkembangan OPT, tetapi teknologi pestisida hanya digunakan apabila terpaksa.
2.    Dalam upaya peningkatan operasional penerapan teknologi PHT (pengelolaan ekosistem terpadu) untuk mencapai produktivitas, produksi dan kualitas tinggi, efisien serta aman lingkungan yang lestari memerlukan proses dan waktu.  Ada kelompok tani yang telah merintis pertanian organik telah berhasil tidak lagi menggunakan pestisida kimia sintetik dan bahkan tidak lagi menggunakan pupuk an-organik, produktivitasnya juga tidak kalah. Dengan demikian kita semua punya PR di lapangan untuk peduli dan berpihak pada lingkungan.

0 komentar:

Posting Komentar

Komentar anda adalah Ilmu bagi kami